Oleh: Widura
Imam Mustopo
Sejak Wright
bersaudara berhasil menerbangkan pesawat udara rancangannya untuk pertama
kalinya pada tanggal 17 Desember 1903, saat ini pesawat udara telah menjadi
salah satu moda transportasi yang paling popular. Salah satu keunggulan pesawat udara adalah
kemampuannya mengangkut barang atau orang dalam rentang jarak yang jauh dengan
waktu tempuh relatif singkat. Jika
dibandingkan dengan alat transportasi lainnya, boleh jafdi pesawat udaralah
yang paling efektif soal waktu.
Perkembangan teknologi pesawat udara dari masa ke masa memang sangat
menarik untuk dikaji. Dalam kurun waktu
1909 sampai 1914, pesawat udara umumnya hanya digunakan untuk tujuan hobi dan
olahraga atau pertandingan. Namun tak
terelakan perkembangan teknologi penerbangan berkembang pesat terutama terkait
dengan kebutuhan militer dalam konflik peperangan.
Perkembangan
tuntutan fungsi pesawat udara membuat teknologi penerbangan berkembang sesuai
dengan kebutuhan saat itu, yaitu untuk memenuhi kebutuhan perang. Awal perkembangan teknologi pesawat udara
kebetulan bersamaan dengan masa-masa menjelang Perang Dnia I. Sesuai kebutuhan perang, pesawat udara
dituntut kecepatan, ketinggian, sistem kendali yang lebih kompleks, termasuk
kendali sistem senjata. Sebagai
konsekuensinya, penerbang atau pilot sebagai operator dituntut kemampuannya
untuk dapat bertahan terhadap dampak lingkungan penerbangan (seperti
ketinggian) dan tuntutan untuk dapat beradaptasi secara cepat dengan
lingkungan. Sebagai pengendali pesawat,
penerbang juga harus memiliki kemampuan untuk menguasai keterampilan tertentu
untuk mendukung kinerjanya dalam mengamati display
instrument dan melaksanakan sistem kendali yang lebih kompleks.
Sejalan dengan perkembangan
teknologi penerbangan, perhatian para ahli psikologi penerbangan pada awalnya lebih
banyak diarahkan pada hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan manusia sebagai
operator dan dampak lingkungan penerbangan terhadap operator. Di awal perkembangannya, permasalahan dunia penerbangan
sebagian besar memang berhubungan dengan aspek-aspek psikofisiologis,
melibatkan bagaimana memperoleh keterampilan sebagai penerbang, dan
tuntutan-tuntutan tentang persepsi yang unik, serta tekanan atau stres fisik
yang dihadapi oleh tubuh manusia. Pada
saat itu, para ahli yang mempelajari hal ikhwal permasalahan psikologi di dunia
penerbangan belum dapat disebut psikolog penerbangan. Namun, umumnya mereka adalah orang-orang
terpelajar dan terlatih di bidang kedokteran, psikologi, dan/atau fisiologi,
yang memiliki ketertarikan untuk mempelajari bagaimana cara mendapatkan orang
yang tepat untuk bertugas sebagai penerbang, termasuk peduli pada efek dari tugas
tersebut terhadap manusia.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa studi tentang psikologi penerbangan berkembang sejajar dengan
situasi dan kebutuhan militer.
Berawalnya perkembangan psikologi penerbangan dimulai dengan kebutuhan-kebutuhsn
militer dalam menghadapi peperangan.
MASA PERANG DUNIA I
Selama Perang Dunia I, penerbangan menjadi bagian aktif dari konflik
perang sejajar dengan industri penerbangan yang berusaha untuk menyempurnakan
teknologi mesin pesawat udara. Pada
waktu bersamaan, industri penerbangan juga berupaya mengembangkan sistem dan
metode untuk memilih dan melatih penerbang untuk mengoperasikannya. Dalam kepentingan tersebut, pada tahun 1915
Angkatan Bersenjata Jerman mendirikan Psychological Testing Center atau
Pusat Tes Psikologi Tugas lembaga ini pada mulanya adalah melakukan seleksi pengemudi
kendaraan bermotor. Dalam
perkembangannya selama Perang Dunia I, Angkatan Bersenjata Jerman memanfaatkan
lembaga ini untuk melaksanakan seleksi pilot, operator pendeteksi suara, dan
penembak meriam anti pesawat udara.
Fokus studi psikologi
penerbangan pada mulanya lebih pada seleksi dan pelatihan para penerbang untuk
melaksanakan tugas penerbangan. Di
kemudian hari, perhatian psikologi penerbangan berkembang pada hal-hal yang
terkait dengan pengembangan pesawat itu sendiri dan efeknya terhadap manusia
sebagai penerbang. Secara khusus perhatian
psikologi juga tertuju pada kontrol dan display
serta efek ketinggian, gaya-G, kebisingan, suhu, dan tekanan lingkungan lainnya
terhadap penerbang.
Di Amerika
Serikat (AS), pada saat gencatan senjata Perang Dunia I (1918), kekuatan utama Amerika
mencapai tidak kurang dari 740 pesawat tempur dan hampir 1.400 pilot. Saat itu pelaksanaan tes psikologi ditujukan untuk
"memilih orang-orang yang memiliki pendidikan baik dan karakter kuat, serta
orang-orang yang memenuhi syarat dan cocok untuk menjadi perwira Angkatan Darat
AS yang bertugas sebagai penerbang. Saat
itu Angkatan Udara AS masih tergabung dalam Angkatan Darat AS di mana
kesatuannya masih menggunakan nama Korps Udara Angkatan Darat AS (US Army Air
Corps).
Memenuhi kebutuhan
penerbang dalam jumlah banyak dengan cepat memang telah diprediksi sebelumnya,
dan selama tahap awal Perang Dunia I, suatu Dewan dari American Psychological Association atau Asosiasi Psikologi Amerika (APA)
membentuk sebuah Komite untuk menangani masalah psikologi penerbangan. Pada bulan November 1918, Komite tersebut
menjadi Sub-komite dari National Research
Council. Dua anggota psikologi di awal
berdirinya Sub-komite tersebut adalah
W.R. Miles (Presiden ke-40 APA) dan T. Troland.
Bila ditelusuri,
akan terlihat banyak presiden APA yang terlibat di dalam aktivitas studi,
penelitian maupun aplikasi psikologi penerbangan di awal perkembangannya. Sub-komite dari National Research Council ini mengerjakan pengembangan tes mental
dan fisiologis untuk menentukan aptitude
atau bakat terbang. Tes
tersebut, terdiri dari 23 tes yang dievaluasi mulai bulan Juni 1917, dengan
memberikan tes tersebut kepada Kadet Penerbang Angkatan Darat yang ada di ground school Massachusetts Institute of Technology.
Kemudian pada
musim panas 1917, Komite tersebut diperluas dengan memasukkan Edward L.
Thorndike (Presiden ke-21 APA, yang terkenal dengan karya utamanya di bidang
psikologi komparatif dan proses belajar yang membuahkan teori koneksionisme
serta meletakan dasar-dasar ilmiah psikologi pendidikan modern). Sebagai
sekretaris eksekutif komite adalah Mayor John B. Watson (psikolog yang dikenal sebagai tokoh penting aliran Behavioristik, yang
sempat menjadi Presiden ke-25 APA). Sedangkan ketua komite adalah George
M. Stratton (Presiden ke-17 APA) yang sebelum bergabung dalam komite telah mengembangkan
tes psikologi untuk para penerbang di Pangkalan Rockwell, San Diego AS.
Di komite tersebut,
Thorndike mengerjakan analisis komparatif baterai tes yang dilakukan terhadap calon
penerbang yang berhasil dan calon yang tidak berhasil dalam sekolah penerbangan.
Kapten George M. Stratton dan V.A.C.
Henmon melakukan uji coba di Pangkalan Rockwell dan Pangkalan Kelly, dan
kemudian berhasil dipilih baterai tes psikologi terdiri dari 10 tes. Penelitian terhadap tes-tes tersebut menunjukkan
korelasi terbesar antara prestasi selama pelatihan terbang dengan stabilitas
emosi, persepsi kemiringan (perception of
tilt), dan kewaspadaan mental (mental
alertness). Dalam analisis lebih
lanjut, stabilitas emosi ternyata tidak memiliki makna seperti yang
dikehendaki. Saat itu, tes yang
digunakan untuk mengukur stabilitas emosi baik di AS maupun di luar AS adalah
tes yang mengukur respon individu terhadap eksitasi mendadak, biasanya dari
suara keras seperti tembakan pistol. Dalam
hal atrisi, 50% sampai 60% pelamar dieliminasi oleh pemeriksa, 15% lainnya
"dikeluarkan (washed out)" saat
di ground school, dan tidak kurang
dari 6% lagi yang dieliminasi saat mengikuti pelatihan terbang karena dinilai tidak
berbakat.
Pada masa-masa
tersebut, Departemen Perang AS juga memberi wewenang kepada Dewan Riset Medis (Medical Research Board) pada bulan Oktober 1917, untuk
menyelidiki dampak fase penerbangan terhadap aspek medis dan fisik penerbang.
Penelitian ini dilaksanakan oleh Mayor Knight Dunlap (Presiden ke-31 APA) di Seksi
Psikologi Laboratorium Penelitian Medis (Psychology
Section of The Medical Research Laboratory) di Pangkalan Hazelhurst, Long
Island, AS. Para psikolog di sini
mengembangkan serangkaian tes psikologi untuk memprediksi kemampuan kandidat
penerbang dalam mengatasi masalah ketinggian terbang. Tes ini menggunakan Henderson Breathing Apparatus untuk mensimulasikan efek ketinggian
dan mengadministrasikan baterai tes yang terdiri dari tes-tes sensori, performa
motorik, memori, dan atensi. Hasilnya adalah tes yang telah terstandar yang kemudian
digunakan di beberapa pangkalan sekolah penerbangan untuk diadministrasikan kepada
tes Kadet Penerbang.
Banyak proyek penelitian lainnya yang berhubungan dengan seleksi kandidat
untuk mengikuti pelatihan penerbang dan efek dari stresor terhadap penerbang yang
dilakukan di Amerika Serikat selama Perang Dunia I. Misalnya, pada tahun 1917 Mayor John B. Watson
mengorganisir suatu metode pemeriksaan psikologi untuk seleksi personil. Dalam upaya ini, Watson mengumpulkan
sekelompok psikolog yang bekerja sama dengan perwira medis dan ahli fisiologi untuk
mempelajari masalah penerbangan di Bureau of Mines di Washington. Psikolog lain yang juga terlibat dalam
pengembangan tes untuk seleksi kandidat penerbang adalah Robert Yerkes,
Presiden ke-26 APA. Disamping sumbangan
Yerkes tentang teori intelligence test, ia juga dikenal sebagai pionir dalam
studi perbandingan perilaku manusia dengan primate, khsususnya gorilla dan
simpanse.
Perkembangan studi psikologi penerbangan selama masa
Perang Dunia I selain di Amerika Serikat juga terjadi di Italia, Prancis, dan Inggris.
Di Italia para
ahli psikologi mengembangkan program penelitian yang cukup luas dalam seleksi
kandidat untuk mengikuti pelatihan penerbang. Upaya besar dilaksanakan di laboratorium di
Turin, Naples, dan Roma, di bawah kendali Gieuseppe Gradenigo. Pekerjaan awal mereka adalah membandingkan
kinerja penerbang yang berhasil, biasa-biasa saja (mediocre), dan yang tidak berhasil di sekolah penerbang. Mereka
menyimpulkan bahwa para pilot pesawat udara yang berhasil adalah mereka yang
memiliki kemampuan yang baik dalam distribusi atensi/perhatian, konstan,
presisi, dan memiliki kemampuan koordinasi psiko-motorik yang baik, serta memiliki
kemampuan yang baik dalam menahan reaksi emosi sehingga tidak mengganggu fungsi-fungsi
di atas.
Selain meneliti
fungsi fisiologis dan medis, penelitian mereka juga dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang waktu reaksi (reaction
time), atensi, stabilitas emosi, sensasi muscular, dan ekulibrium. Sebuah temuan menarik dari Saffiotti (tokoh
psikologi Italia yang terkemuka di bidang psikologi terapan dan psikologi
eksperimen), dalam mempelajari kondisi penerbang yang mengalami kelelahan
ketika bertugas di garis depan adalah bahwa waktu reaksi visual mereka lebih
lama dari yang lain, namun waktu reaksi aural lebih cepat dan menunjukan
variabilitas yang lebih besar dibandingkan penerbang lainnya.
Dalam studi
tentang reaksi emosi, tim peneliti Italia menggunakan tembakan pistol, klakson
mobil, atau ledakan petasan sebagai stimulus.
Respon yang diamati adalah perubahan sirkulasi darah, laju pernapasan,
dan tremor di tangan. Mereka mencatat
bahwa ada peningkatan waktu reaksi pada saat terpapar rangsangan emotif. Peningkatan waktu rekasi 10% atau kurang,
dinilai “baik”, sedangkan peningkatan lebih dari 25% dinilai buruk dan
didiskualifikasi. Para ahli psikologi di
Italia tidak terlalu menekankan kinerja kandidat pada tes keseimbangan. Mereka lebih menyukai menggunakan tes kursi
putar Barany (Barany Chair) yang juga
sering digunakan oleh para peneliti di Amerika Serikat. Tes keseimbangan lainnya yang digunakan adalah
Tes Vertigo Rotary dan Tes Kemiringan
(Tilt Test) di mana seseorang harus
mampu berdiri dengan benar, setelah mengalami vertigo.
Dalam seleksi
penerbang, para ahli psikologi di Italia tidak mendiskualifikasi kandidat berdasarkan
satu tes saja, mereka cenderung mengembangkan penilaian terhadap profil kandidat
secara keseluruhan. Dalam studi ini, mereka
melaporkan bahwa pilot yang baik harus memiliki kemampuan yang baik dalam mempersepsi
posisi tubuh mereka sendiri, waktu reaksi visual, waktu reaksi aural, dan lebih
pendek rata-rata penurunan deviasi waktu reaksi. Pilot tidak boleh reaktif terhadap rangsangan
emotif namun juga tidak lamban dalam bereaksi.
Di Prancis para
ahli psikologi cenderung lebih menekankan perhatian mereka pada waktu reaksi
dan stabilitas emosi. Stabilitas emosi mereka
nilai berdasarkan tes yang sangat mirip dengan yang digunakan oleh para ahli di
Italia. Namun perbedaannya, para ahli di Perancis menggunakan tes waktu reaksi
dan tes stabilitas emosi secara bersama dan hasilnya dibagi ke dalam lima klasifikasi
kandidat. Dua klasifikasi terbawah tidak
dapat diterima mengikuti pelatihan penerbang, yaitu mereka yang memiliki waktu
reaksi dengan penyimpangan besar dan respon emosional yang sangat berlebihan, serta
mereka yang memiliki waktu reaksi sangat tidak biasa walaupun tidak menunjukkan
respon emosi yang berlebihan.
Di Inggris, para
peneliti dalam studi psikologi penerbangan kurang begitu memperhatikan waktu
reaksi dan respon terhadap rangsangan emosional. Mereka lebih menekankan pada efek uji terbang di
ketinggian tertentu dan tes koordinasi motorik sederhana. Sebagian
besar eksperimen mereka dirancang untuk mengumpulkan data fisiologis seperti
denyut nadi, tekanan darah, untuk itu mereka menggunakan manometer yang
dirancang untuk tujuan tersebut. Tes
koordinasi motoric sederhana terdiri dari hal-hal seperti berjalan mengikuti
garis titian (heel-to-toe) dan
berbalik dengan satu kaki, berdiri dengan satu kaki selama 15 detik dengan mata
terbuka atau tertutup, dan sebuah tes untuk getaran tangan dan lidah. Adanya getaran
dalam tingkat tertentu ditemukan sangat berkorelasi dengan kemampuan yang buruk
untuk terbang.
Menjelang akhir Perang Dunia I dan setelah gencatan senjata, para
peneliti di Laboratorium Penelitian Medis yang tergabung dalam Pasukan
Ekspedisi Amerika di Eropa mengkadministrasi beberapa tes psikologi kepada
penerbang untuk mengidentifikasi karakteristik penerbang-penerbang yang
berhasil. Selain itu, beberapa riset
dilakukan sebagai upaya memvalidasi berbagai tes untuk seleksi penerbang yang
telah dikembangkan di Amerika Serikat.
Disamping itu, peneliti di Laboratorium tersebut juga menyelidiki
bagaimana hasil beberapa tes yang dikembangkan oleh sekutu AS dibandingkan
dengan yang berasal dari AS sendiri. Salah satu program penelitian melibatkan Kapten
Dockeray, salah satu peneliti laboratorium tersebut yang berusaha mendapatkan informasi
tentang kepribadian penerbang dengan mengikuti sendiri pelatihan penerbang dan melaksanakan
tugas penerbangan. Mengenai kepribadian
para penerbang, Dockeray melaporkan bahwa tidak ada rumusan umum yang dapat disimpulkan,
namun ia menemukan bahwa "yang tampaknya paling dibutuhkan oleh penerbang
adalah kecerdasan, yaitu, kemampuan penyesuaian diri yang cepat terhadap
situasi baru dan daya timbang (judgement) yang baik".
Psikologi
penerbangan juga berkembang di Jerman di mana setelah Perang Dunia I. Jerman mulai membangun kembali kekuatan
militernya, dan pada 1920 Kementerian Peperangan Jerman mengeluarkan perintah
untuk mengembangkan psikologi di Angkatan Darat. Menjelang akhir 1920, prosedur tes dan seleksi
psikologi di Jerman telah mapan. Pada tahun 1927 semua perwira calon intruktur
terbang diberlakukan pemeriksaan psikologis. Paul Metz, direktur dari suatu tim psikolog
mengembangkan program tes psikologi yang baru untuk Angkatan Udara (Luftwaffe) pada tahun 1939, dan terus bekerja
sampai tahun 1942. Program ini
didasarkan pada beberapa tes yang sebelumnya telah digunakan oleh Angkatan Darat
Jerman. Ansbacher pada tahun 1941
memberikan ulasan tentang program psikologi militer Jerman dari tahun 1926
sampai 1940. Selain itu Fitts (l947)
memberikan laporan tentang perkembangan dan penerapan psikologi di Jerman
selama periode ini dan kemudian dalam Perang Dunia II. Pada akhir tahun 1942,
program seleksi perwira Angkatan Udara Jerman pada dasarnya sama seperti yang
dilakukan untuk perwira Angkatan Darat pada tahun 1927. Namun ada beberapa tes
khusus untuk anggota awak pesawat di luar tes-tes psikologi yang digunakan
untuk anggota militer yang bertugas di darat. Mereka menggunakan beberapa tes paper and pencils bersamaan dengan tes jasmani,
dengan penekanan utama pada wawancara dan kemampuan kandidat yang mencakup keterampilan,
kepribadian, intelektual, dan karakter umum mereka.
Amerika Serikat. Setelah Perang Dunia I di lingkungan penerbangan
khususnya para tokoh psikologi penerbangan melaksanakan brainstorming terkait dengan temuan dan pengembangan lebih lanjut
tentang psikologi penerbangan. Seperti
halnya para psikolog di Italia yang memanfaatkan Tes Kursi Putar Barany dalam
seleksi penerbang, di AS tes ini dikembangan oleh Herbert Woodrow (Kepala
Departemen Psikologi Universitas Illinois, dan Presiden ke-19 APA). Beberapa
catatan dan artikel telah diterbitkan termasuk oleh Ross McFarland (presiden
ke-14 The Human Factors Society) tentang
temuan-temuannya mengenai faktor manusia di ketinggian dalam Journal of Comparative Psychology tahun
1937.
PERANG DUNIA II
Perang Dunia II merupakan ajang seminal dalam kemunculan psikologi
penerbang di lapangan.
Ini tidak mengherankan, mengingat bahwa selama Perang Dunia II pesaat udara berkembang menjadi platform senjata yang dapat beroperasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya
dan mampu mengirimkan bom dengan presisi dari ketinggian yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Sistem kendali mesin-mesin canggih ini, mengarahkan
navigasi secara
akurat, dan menggunakan secara efektif semua peralatan yang dibutuhkan telah
dikembangkan dan
dirancang dengan
baik. Sebagai konsekuensinya, fakta bahwa kebutuhan ribuan anggota awak pesawat untuk menerbangkan dan mengoperasikan pesawat udara ini selama perang mendorong berbagai
inovasi penelitian tentang
seleksi dan pelatihan penerbang.
Perkembangan Psikologi Penerbangan berkembang sangat pesat menjelang
dan ketika Perang Dunia II. Dua artikel
komprehensif yang mengulas peran psikologi penerbangan sebelum Perang Dunia II
dilakukan oleh Pratt (1941) dan Komite Seleksi dan Pelatihan Penerbang (1942). Pada
tahun 1939, Dewan Riset Nasional untuk Psikologi Penerbangan (National Research Council
Committee on Aviation Psychology)
didirikan. Dewan Riset ini, pertama kali diketuai oleh
Jack Jenkins dari Universitas Maryland dan kemudian dilanjutkan oleh Morris
Viteles dari Universitas Pennsylvania, mereka bertugas mendukung dan merangsang
berbagai penelitian psikologi penerbangan. Alexander C. Williams, Jr., memulai penelitian
penerbangan di Universitas Maryland pada tahun 1939 (dan pada tanggal 8
Desember 1941 dia mengajukan diri sebagai relawan penerbang angkatan laut). Pada
tahun 1940, John C. Flanagan direkrut untuk membuat program psikologi
penerbangan pada Korps Udara Angkatan Darat AS (US Army Air Corps), yang
dimulai tahun berikutnya bersama Arthur Melton, Frank Geldard, dan Paul Horst
sebagai kelompok inti dalam tim penelitian.
Program Psikologi Penerbangan Perang Dunia II
Selama masa Perang Dunia II, John C. Flanagan ditugaskan untuk
melaksanakan Program Psikologi Penerbangan Korps Udara Angkatan Darat A.S. Ia bergabung di Korps Udara sejak tahun 1941,
dan dalam pelaksanaan program ini ia didukung oleh 150 psikolog dan 1.400
asisten peneliti. Program ini bertujuan
mengembangkan tes-tes psikologi untuk membantu mengidentifikasi pilot yang
tepat untuk mengoperasikan pesawat udara sekaligus melaksanakan misi-misi
pertempuran. Flanagan mengembangkan dua
langkah prosedur dalam seleksi pilot; 1) menyearing calon kadet penerbang yang
potensial dengan menggunakan tes kualifikasi umum (general qualifying test),
dan 2) calon kadet yang memenuhi syarat kualifikasi umum melaksanakan tes
lanjutan dengan menggunakan 20 macam tes yang mengukur aptitude, proficiency,
dan temperamen. Berdasarkan analisis
regresi berganda (multiple regression) kandidat diklasifikasikan dalam
sembilan kategori (dengan stanine scores). Clon kadet yang memenuhi syarat norma stanine
scores, diterima dan melanjutkan pendidikan ke sekolah penerbang.
Tahun 1947, Flanagan mendokumentasikan keseluruhan pelaksanaan kegiatan
Program Psikologi Penerbangan Korps Udara Angkatan Darat AS selama Perang Dunia
II dalam satu serial buku terdiri dari 19 jilid. Buku tersebut dikenal dengan nama “Buku Biru”
(The Blue Books). Setelah Perang
Dunia II selesai, beberapa psikolog yang bekerja dalam program ini melanjutkan
studi di bidang psikologi penerbangan, sementara banyak yang menjadi akademisi
dan mendapatkan ketenaran di bidang kekhususan psikologi lainnya. Buku Biru volume 1 ditulis oleh John C.
Flanagan (1947), berisi gambaran umum tentang program psikologi penerbangan
secara keseluruhan. Volume-volume
lainnya diedit oleh tokoh-tokoh psikologi terkemuka seperti Sidney Bijou,
Phillip DuBois, Paul Fitts, Robert Gagne, Frank Geldard, J.P. Guilford (yang
terakhir adalah Presiden ke-58 APA, tokoh psikologi Amerika yang terkenal
dengan studi psikometri tentang kecerdasan manusia, termasuk perbedaan berpikir
konvergen dan divergen serta teorinya yaitu Guilford’s Structure of Intelect
Theory).
John C. Flanagan mengakhiri dinasnya di Korps Udara Angkatan Darat AS
setelah berakhirnya Perang Dunia II dengan pangkat terakhir Kolonel. Buku Biru Volume 1 ditulis oleh John C.
Flanagan (1947), berisi gambaran umum tentang program psikologi penerbangan
secara keseluruhan. Volume-volume
lainnya diedit oleh tokoh-tokoh psikologi terkemuka seperti Sidney W. Bijou,
Philip DuBois, Paul M. Fitts, Robert M. Gagne, Frank A. Geldard, J.P. Guilford (yang
terakhir adalah tokoh psikologi Amerika yang terkenal dengan studi psikometri
tentang kecerdasan manusia, termasuk perbedaan berpikir konvergen dan divergen
serta Guilford’s Structure of Intelect (SI) TheoOLUME 8, ry, ia
juga Presiden ke-58 APA), Arthur Melton, Neal E. Miller (bersama John Dollard
dikenal sebagai tokoh psikologi yang bersusaha mengintegrasikan konsep behavioristic
dengan psikanalisa, Presiden ke-69 APA), dan R. L. Thorndike. Volume-volume dari buku tersebut yang menarik
adalah Volume 4, Tes Aparatus, diedit oleh Arthur Melton (1947); Volume 8,
Penelitian Psikologi tentang Pelatihan Pilot, diedit oleh Neal Miller (1947);
dan Volume 19, Penelitian Psikologi tentang Desain Peralatan, diedit oleh Paul
M. Fitts (1947). Laporan Fitts merupakan
publikasi besar pertama mengenai human factors engineering, dan ia juga
dikenal sebagai tokoh perintis di bidang keselamatan penerbangan (aviation
safety). Dua tahun kemudian, Donald
B. Lindzey seorang tokoh psikologi fisiologi yang dikenal sebagai pelopor di
bidang studi fungsi otak (1949) mengedit buku lainnya berjudul “Humah
Factors in Undersea Warfare”, yang banyak dikutip oleh Walter S. Hunter (Ketua
Panel Psikologi Terapan pada Komite Penelitian Pertahanan Naional AS 1943-1945,
ia juga Presiden ke-39 APA).
Perkembangan Pesat Tes-tes
Psikologi
Berbagai studi psikologi penerbangan selama Perang
Dunia II umumnya fokus pada masalah seleksi dan pelatihan penerbangan, baik
pada pilot, navigator, maupun pembom selain juga menyelidiki efek dari
interaksi manusia dengan peralatan baru yang sedang dikembangkan. Dalam jumlah yang tidak terlalu besar,
penelitian juga dilakukan terhadap masalah kelelahan, kewaspadaan (vigilance),
deteksi target, gaya G di ketinggian (high G-force), pakaian pelindung,
peralatan khusus pada ketinggian dan suhu ekstrim. Satu penelitian yang menarik dan cukup
penting dalam rangka pengembangan tes psikologi adalah studi tentang kejelasan
berkomunikasi di ketinggian oleh J.C.R. Licklider (penemu peak clipping,
seorang psikolog dan ilmuan komputer yang dianggap sebagai salah satu tokoh
penting dalam perkembangan ilmu komputer dan sejarah komputasi), George A.
Miller, dan Karl D. Kryter. George A. Miller
(Presiden ke-77 APA), dikenal sebagai salah seorang perintis psikologi kognitif
dan juga berkontribusi terhadap lahirnya psikolinguistik. Miller menulis beberapa dan mengarahkan
pengembangan WordNet, database link online yang digunakan dalam
program computer di Harvard University.
Perlu dicatat bahwa penelitian psikologi
penerbangan tidah hanya dilakukan oleh Korps Udara Angkatan Darat AS yang
kemudian dilanjutkan oleh Angkatan Udara AS US Air Force, USAF), tetapi penelitian sejenis juga dilaksanakan
oleh Angkatan Laut AS. Laporan hasil
berbagai penelitian selama era ini telah dipublikasikan di banyak jurnal
psikologi. Morris Viteles merupakan anggota
Departemen Psikologi Kedokteran Penerbangan (Departement of Psychology of
the School of Aviation Medicine, 1944), menerbitkan hasil program
penelitian tentang tes psikomotor, dan telah me-review lima tahun
penelitian mengenai pilot pesawat udara Angkatan Laut AS. Dalam tinjauannya, Viteles memberikan rincian
hasil tes Army Alpha dan tes Psikomotor yang telah digunakan selama
waktu itu. Kajian lain tntang psikologi
penerbangan selama Perang Dunia II dipresentasikan dalam bukunya Boring dan
Lindzey (1967) “Sejarah Psikologi dalam Autobiografi, Volume 5“. Edwin G. Boring dan Gardner Lindzey
masing-masing adalah presiden ke-37 dan ke-75 APA.
Di Inggris, Sir Frederick Bartlett dari Universitas
Cambridge adalah tokoh psikologi yang mengilhami penelitian tentang faktor manusia di
penerbangan dalam
upaya mendukung perang. Bartlett memimpin berbagai kegiatan
penelitian di Unit
Psikologi Terapan Universitas Cambridge.
Bartlett juga dikenal sebagai salah satu pelopor psikologi kognitif dan
menganggap sebagian besar karyanya tentang psikologi kognitif dapat diterapkan
dalam studi psikologi sosial. Eksperimen
“War of The Ghosts” dari Remembering (1932) adalah studi Bartlett yang paling
terkenal. Di bukunya ini Bartlett
menunjukan sifat memori yang konstruktif, dan bagaimana hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh skema subjek itu sendiri.
Sebuah ingatan bersifat konstruktif ketika seseorang memberikan
pendapatnya tentang apa yang telah terjadi dalam ingatan, bersama dengan
pengaruh tambahan seperti pengalaman, pengetahuan, dan harapan mereka. Bartlett menjadi Direktur Laboratorium dan
Dosen Psikologi Eksperimental di Cambridge sampai dengan wafatnya pada tahun
1969 di usia 82 tahun.
Dua
peneliti psikologi terkemuka yang membantu Bartlett di Unit Psikologi Terapan Universitas
Cambridge adalah
Norman H.
Mackworth dan
Kenneth James William Craik. Penelitian tentang kewaspadaan manusia oleh Norman H.
Mackworth dan
kompatibilitas antara kontrol dan display oleh Kenneth Craik adalah karya berharga yang dihasilkan oleh kelompok peneliti ini.
Norman
H. Mackworth (1917-2005) adalah seorang
ilmuwan psikologi kognitif Inggris yang dikenal dengan kerja perintisnya dalam
mempelajari kebosanan (boredom),
atensi, dan kewaspadaan. Mackworth Clock Test merupakan perangkat
tes yang dikembangkannya dan digunakan sejak sejak tahun 140an dalam studi
kewaspadaan. Pada awalnya perangkat ini
dibuat Norman Mackworth sebagai simulasi ekperimental untuk memantau operator
radar di Angkatan Udara Inggris (Royal
Air Force, RAF) pada Perang Dunia II. Mackworth
Clock Test digunakan untuk penelitian di mana salah satu hasilnya adalah
salah satu temuan mendasar dalam kewaspadaan dan atensi. Studi ini mempelajari efisiensi operator
radar di mana ditemukan adanya penurunan kewaspadaan dengan berkurangnya
akurasi dalam mendeteksi sinyal terutama setelah 30 menit bertugas. Dilaporkan, setelah 30 menit bertugas,
operator radar kehilangan sekita 10 sampai 15% efisiensi mereka. Tes ini terus berkembang dan digunakan
sampai saat ini untuk meneliti berbagai bentuk kewaspadaan, termasuk dikembangkan
dalam versi computer. Temuan tersebut
membuat lamanya operator radar dalam shift tugas dikurang untuk menjaga
efisiensi mereka. Pada tahun 1951,
Mackworth menjadi kepala Unit Penelitian Psikologi di Universitas Cambridge
sampai tahun 1958.
Bila
Norman H. Mackworth terkenal dengan Mackworth
Clock Test, Kenneth James William Craik dikenal dengan Cambridge Cockpit-nya. Ia
bekerja di St John’s College, Cambridge pada tahun 1941, dan diangkat sebagai
direktur Unit Psikologi Terapan Cambridge
Research Council pada tahun 1944.
Studinya diawali dari keprihatinannya terhadap banyaknya korban jiwa
penerbang selama Perang Dunia II yang disebabkan karena kelelahan (fatigue) dibandingkan akibat pertempuran. Dari keprihatinannya ini ia merancang “alat
pendeteksi kelelahan” yang kemudian dikenal sebagai Cambridge Cockpit. Bersama
Gordon Butler Iles, ia membuat kemajuan besar pada rancangan simulator
penerbangan untuk RAF dan melakukan studi besar mengenai efek kelelahan pada
pilot. Informasi dari hasil penelitian
Craik dan reken-rekannya telah memberikan kontribusi menurunnya kecelakaan
penerbangaan akibat kelelahan pilot.
Pada
tahun 1943, Craik menulis The Nature of
Explanation di mana dalam buku ini ia pertamakali meletakan fondasi konsep
mental model, bahwa pikiran akan membentuk model realitas dan memanfaatkannya untuk
memperediksi kejadian di masa depan.
Kenneth James William Craik dapat disebut sebagai salah satu praktisi cognitive science paling awal.
ERA BARU PSIKOLOGI PENERBANGAN SESUDAH PERANG DUNIA II
Setelah Perang
Dunia II, psikologi penerbangan tetap berkembang sebagaimana dibuktikan dengan bertambahnya
buku dan artikel tentang subjek ini termasuk berbagai kegiatan penelitian di
pusat-pusat studi dan laboratorium psikologi penerbangan. Kolonel Paul Fitts tetap aktif sebagai Kepala
Cabang Laboratorium Psikologi Aero Medis sampai tahun 1949. Sedangkan, Arthur
W. Melton dan Charles W. Bray membangun Pusat Penelitian Personil dan Pelatihan
Angkatan Udara (disebut dengan "Afpatrick") ke dalam organisasi
penelitian psikologi militer terbesar sampai saat itu. Penelitian dan aplikasi Human Engineering di Angkatan Laut berpusat di Naval Electronics Laboratory di Pangkalan Bolling dekat Washington,
D.C. yang dipimpin oleh Franklin V. Taylor dan Henry P. Birmingham. Sama dengan pola setelah Perang Dunia I, dengan
selesainya Perang Dunia II, beberapa profesional yang bekerja di Angkatan
Bersenjata AS ada yang tetap berdinas aktif sebagai anggota militer atau sebagai
personil sipil di lingkungan Angkatan Bersenjata. Sementara banyak lainnya keluar dan melanjutkan
sekolah atau pendidikan lanjutan. Beberapa dari mereka, yang telah
menyelesaikan pendidikan sebelum perang, mengaplikasikan pengetahuan dan
pengalaman mereka sebagai pengajar atau peneliti di fakultas berbagai Universitas
di Amerika Serikat. Pengalaman mereka di
penerbangan militer tidak hanya dibawa ke kampus universitas tapi banyak yang kemudian
dimanfaatkan di lingkungan industri.
Psikologi Penerbangan di Perguruan Tinggi
Setelah Perang
Dunia II, laboratorium penelitian beberapa universitas dikembangkan dan umumnya
di bawah kontrak dengan pemerintah AS untuk mempelajari berbagai masalah
terkait dengan penerbangan. Stanley N. Roscoe, seorang tokoh psikologi
penerbangan, mantan pilot Korps Udara Angkatan Darat AS dan penulis sejumlah
buku tentang psikologi penerbangan dan human
factors bersama Alexander C. Williams, Jr., tokoh psikologi penerbangan mantan
penerbang Angkatan Laut AS dalam Perang Dunia II, mendirikan Laboratorium
Psikologi Penerbangan di University of Illinois pada bulan Januari 1946. Penelitian mereka difokuskan pada transfer
pelatihan penerbang dari simulator ke pesawat udara dan meletakan fondasi
konseptual untuk analisis misi dan performa penerbang serta desain kontrol.
Dalam penelitian mandiri, Alexander C. Williams melakukan penelitian yang berharga mengenai dekomposisi tugas, pelatihan
pilot, dan desain display dan desain kontrol. Williams memimpin laboratorium tersebut untuk dekade pertama setelah pendiriannya pada tahun 1946 dan tetap
bekerja sampai tahun 1955, saat kemudian ia bergabung kembali dengan Roscoe di
Hughes Aircraft Company. Tugasnya
dilanjutkan oleh Robert C. Houston selama dua tahun dan kemudian oleh Jack A.
Adams sampai 1965. Kemudian Stanley N. Roscoe kembali memimpin laboratorium tersebut selama masa produktif pada tahun 1970an, sebelum kemudian Christopher Wickens menjutkan
kepemimpinan Laboratorium tersebut. Laboratorium
Psikologi Penerbangan di University of Illinois dikenal menjadi yang terdepan dalam penelitian
psikologi penerbangan.
Selain
laboratorium Psikologi Penerbangan di University of Illinois, berdiri pula Pusat
Studi Psikologi Penerbangan di Ohio State University yang dimulai pada bulan
Januari 1945. Pusat studi ini didirikan bersamaan dengan Institut Psikologi
Penerbangan Midwest di bawah Sekolah Penerbangan yang merupakan hibah dari
Komite Dewan Peneliti Nasional untuk Seleksi dan Pelatihan Penerbang. Institut ini dipimpin oleh Morris S. Viteles,
dan melaksanakan program interdisipliner berbagai penelitian di sejumlah bidang
ilmu termasuk psikologi, fisiologi, fisika dan optik terapan, kedokteran, teknik,
meteorologi dan pertanian.
Laboratorium
Psikologi Penerbangan di Ohio State University dibuka pada tahun 1949 di bawah kendali
Paul Fitts setelah ia meninggalkan program psikologi kerekayasaan Angkatan
Udara ketika ditangani oleh WaIter F. Grether. Selain itu, penelitian psikologi penerbangan
juga dilakukan di Universitas Pennsylvania dan di Universitas Purdue. Kemewahan dunia penerbangan, dukungan kontrak
penelitian, dan pengetahuan baru yang berkembang pesat membuat antusiasme para peneliti
di laboratorium ini cukup besar dan membuat studi psikologi penerbangan tetap
berlangsung. Laboratorium penelitian psikologi
penerbangan di Illinois dan Ohio State mengalami pasang surut, namun sampai saat
ini mereka masih sangat aktif.
Program akademik
lainnya dalam bidang psikologi penerbangan yang perlu dicatat juga dilakukan di
Heidelberg College di Tiffin, Ohio. Program
ini tidak setua yang lain, karena baru dimulai pada akhir 1960-an, namun
diyakini merupakan satu-satunya program sarjana dalam psikologi penerbangan di
Amerika Serikat. Program ini menawarkan
kepada para mahasiswanya pengalaman unik untuk melakukan uji lapangan sebelum
"komitmen menjadi karir".
Psikologi Penerbang di Maskapai Penerbangan (Airlines)
Di lingkungan industri penerbangan atau transportasi udara, studi tentang
psikologi penerbangan juga berkembang pesat.
Thomas Gordon (1949) melaporkan hasil studinya tentang metode yang
digunakan oleh perusahaan penerbangan dalam seleksi dan evaluasi pilot serta upaya
dalam menentukan persyaratan kritis profesi pilot di maskapai penerbangan. Dalam studinya, Gordon membandingkan hasil tes
seleksi kandidat pilot yang dikeluarkan karena kekurang mampuannya dalam
pelatihan terbang dengan skor kandidat pilot yang berhasil. Hasilnya menunjukkan bahwa ada tujuh variabel
yang membedakan mereka yang gagal dalam seleksi pilot yang sukses dan yang
tidak berhasil. Dia merekomendasikan
agar diterapkan prosedur seleksi yang baru dan mengembangkan cara yang lebih
obyektif dalam menilai kecakapan penerbang.
Pilot maskapai penerbangan, dan sebagian besar sistem pendukungnya,
menjadi perhatian utama dalam buku McFarland, Faktor Manusia dalam Transportasi
Udara (Human Factors in Air Transportation, 1953). Buku ini merupakan
ringkasan dari pengetahuan terbaru (saat itu) tentang psikologi penerbangan dan
faktor manusia dalam transportasi udara. Dalam buku ini ia juga memasukan materi
kedokteran, fisiologi, dan desain kerekayasaan (engineering).
Psikologi Penerbangan di Civil
Aeronautics Administration (CAA)
Selama tahun
1940an sampai tahun 1950an, Administrasi Sipil Aeronautika atau Civil Aeronautics Administration (CAA) suatu
badan pemerintahan yang mengurusi penerbangan sipil AS mensponsori penelitian
tentang faktor manusia dalam penerbangan, di mana aspek ilmiah dari penelitiannya
di bawah supervisi Komite Riset Dewan Nasional tentang Psikologi Penerbangan. Sebagian besar penelitian dilakukan oleh
universitas, dan produk penelitiannya merupakan hasil dari rangkaian studi yang
didokumentasikan dalam “The Gray Cover Reports.
No 92, 1950”. Laporan penelitian
tersebut ditulis oleh S.N. Roscoe, J.F. Smith, B.E. Johnson (Beatrice Johnson
Matheny), P.E. Dittman, dan A.C. Williams, Jr.
Isinya mencakup laporan hasil evaluasi komparatif simulator
eksperimental pertama dari tampilan navigasi VOR/DME (VHF Omnidirectional Range/Distance Measuring Equipment) dengan peta menggunakan
CRT di kokpit.
Di bagian lain
dari program ini, Beatrice Johnson Matheny di University of Illinois mengembangkan simulator Air Traffic Control (ATC) yang pertama. Simulator ini berupa trek 16 link trainer yang berjalan mengelilingi
peta di satu ruangan besar, dan dipasangi telepon ke display CRT di "menara kontrol" (Johnson, Williams, dan
Roscoe, 1951). Kemudian, seluruh fasilitas ini dipindahkan ke Pusat Pengembangan
dan Evaluasi Teknis CAA di Indianapolis.
Itu adalah awal dari fasilitas simulator ATC raksasa terkomputerisasi yang
berada di Technical Center FAA di Atlantic City. Pada periode yang sama Paul Fitts, dan
kemudian George E. Briggs, juga mulai mempelajari ATC di Ohio State. Bersama-sama dengan Conrad I. Kraft,
melakukan studi pencahayaan ruang kontrol "blue broadband". Pada
tahun 1951, Fitts memimpin sebuah komite yang terdiri dari A.Chapanis, F.C.
Frick, W.R. Garner, J.W. Gebhard, W.F. Grether, R.H. Henneman, W.E. Kappauf, E.B.
Newman, dan A.C. Williams, Jr. (Fitts, 1951). Produk mereka adalah laporan Human Engineering for the Effective
Air-Navigation and Traffic-Control System, yang diterbitkan oleh NRC Komite
Psikologi Penerbangan. Segera setelah itu, George Miller (1956) membuat banyak kontribusi
bagi psikologi penerbangan (dan psikologi secara umum) dalam bukunya "The Magical Number Seven, Plus atau Minus
Two: Some Limits on Our Capacity for
Processing Information".
Psikologi Penerbangan dan Organisasi Asosiasi serta
Jurnal
Pada tahun 1956, suatu kelompok kerja terdiri sembilan psikolog
penerbangan di Eropa mendirikan apa yang sekarang dikenal sebagai Asosiasi Psikologi
Penerbangan Eropa Barat atau West Europe Association for Aviation Psychology
(WEAAP), sekarang Europe Association for Aviation Psychology (EAAP).
Organisasi ini mengadakan konferensi setiap dua tahun sekali dan saat ini berkembang
pesat dalam jumlah anggota. Psikolog
penerbangan dari EAAP awalnya lebih memperhatikan faktor klinis dalam seleksi kandidat
pelatihan penerbangan dan perilaku umum pilot dibandingkan yang dilakukan di
Amerika Serikat, namun sekarang mereka juga meluaskan perhatiannya pada topic-topik
faktor manusia (human factors).
Di Amerika
Serikat, pada tahun 1964 sekelompok psikolog berkumpul pada pertemuan tahunan American Psychological Association (APA).
Kelompok psikolog ini menggunakan
pertemuan tahunan tersebut untuk melakukan pertukaran informasi yang lebih
formal mengenai kepentingan profesional mereka dalam dunia penerbangan dan kemudian
membentuk Asosiasi Psikolog Penerbangan atau Association for Aviation Psychology (AAP). AAP ini merupakan organisasi terbuka di mana anggotanya
adalah berbagai kalangan yang berminat terhadap psikologi penerbangan dan tidak
harus psikolog, namun demikian sebagian besar psikolog anggota AAP adalah juga
anggota APA Divisi 21 Human Factors and
Engineering Psychology. Pertemuan AAP
sekarang diadakan bersamaan dengan pertemuan tahunan Human Factors Society setiap bulan Oktober. Tujuan dari asosiasi
ini adalah untuk mempromosikan psikologi penerbangan dan disiplin ilmu kedirgantaraan,
dengan cara (1) merangsang diseminasi pengetahuan, (2) melaksanakan pertemuan,
kontak profesional, diskusi, dan publikasi, (3) meningkatkan pendidikan dan kepentingan
penelitian psikologi sehubungan dengan kebutuhan dan masalah penerbangan, dan
(4) menerapkan prinsip-prinsip psikologis dan melakukan penelitian untuk
mempromosikan keselamatan penerbangan dan kesejahteraan.
Artikel-artikel
yang membahas psikologi penerbangan umumnya telah dipublikasikan di jurnal seperti
Human Factors; Aviation, Space, and Environmental Medicine; Ergonomics;
Applied Ergonomics; Systems, Man, and Cybernetics; dan beberapa jurnal
American Psychological Association. Pada
tahun 1971, Stan Roscoe, yang telah kembali ke Universitas Illinois sejak tahun
1969 mengembangkan Laboratorium Penelitian Penerbangan yang baru, dan mulai
menerbitkan Aviation Research Monographs.
Seri ini dihentikan satu tahun kemudian, namun buku Roscoe (1980), Aviation Psychology, merangkum isi
monografi dan juga penelitian lainnya yang dilakukan di University of Illinois
Airport dan Hughes Aircraft Company antara tahun 1946 sampai dengan 1977.
SEJARAH AWAL PSIKOLOGI PENERBANGAN DI
INDONESIA
Sejarah
psikologi penerbangan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah militer
Belanda di Indonesia. Pengalaman AS yang
diperoleh dalam PD II selanjutnya diikuti Angkatan Udara Belanda dan KNIL (Koninklije Nederlands Indische Luchmacht)
membentuk Lembaga Kesehatan Penerbangan (Vliegmedische Dienst) yang
berkedudukan di Bandung. Setelah
penyerahan kedaulatan, masalah kesehatan penerbangan diteruskan pembinaannya di
lingkungan Angkatan Udara Republik Indonesia yang dipelopori oleh Mayor Udara
dr. Saryanto. Sedangkan permasalahan yang terkait dengan psikologi dikerjakan
di Seksi Psikologi Angkatan Udara Depot Kesehatan Penerbangan 001 yang dibentuk
pada tanggal 1 Agustus 1951 dan berkedudukan di Bandung. Sebelumnya seksi psikologi Angkatan Udara
masih bergabung di bagian Psikologi Angkatan Udara Lembaga Psikoteknik Tentara
(sekarang Dinas Psikologi Angkatan Darat/Dispsiad). Untuk mengawaki Seksi
Psikologi Angkatan Udara Depot Kesehatan Penerbangan 001, diangkat LMU II Wiryawan,
Serma Soewarno, dan Serda Subita yang sebelumnya adalah tentara pelajar (TRIP)
yang bertugas di Lembaga Psikoteknik Tentara.
Personil yang
bekerja pada awal keterlibatan psikologi di Angkatan Udara masih terbatas,
demikian pula dengan sarana dan prasarana termasuk tes-tes psikologi untuk
mendukung sistem pemeriksaan psikologi. Saat itu masalah seleksi dan
klasifikasi psikologis khususnya para calon penerbang masih didukung oleh
Lembaga Psikoteknik Tentara (LPT). Dalam aktivitas seleksi psikologi, bila
ditelusuri bahwa tahun 1950 TNI AU mengirimkan 60 orang calon penerbang ke
California, Amerika Serikat, mengikuti pendidkan penerbang pada Trans Ocean
Airline Oakland (TALOA), patut diduga (mengingat catatan dokumentasi tidak
ditemukan) sarana psikologi yang digunakan untuk seleksi calon penerbang
memanfaatkan sarana yang ada di LPT.
Terkait dengan
persiapan Operasi Trikora, TNI AU ketika itu mendapatkan sejumlah pesawat
tempur berbagai tipe dari Uni Sovyet dan Eropa Timur seperti MiG 17, MiG 19,
MiG 21, dan pemburu La-11.
Dengan
dimilikinya berbagai jenis pesawat udara militer dalam jumlah besar maka
kebutuhannya tidak hanya menyangkut siapa yang memenuhi syarat untuk
menerbangkannya tapi juga awak pesawat lainnya seperti navigator, ahli pembom,
sampai dengan kebutuhan ground crew
dan personil pendukung lainnya. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, saat itu
dirintis berbagai macam pendidikan kejuruan, antara lain; sekolah penerbang,
sekolah navigator, pendidikan pasukan, sekolah teknik udara, sekolah radio
telegrafis, dsb. Untuk itu diperlukan penyaringan bersifat menyeluruh terhadap
calon-calon siswa baik di tingkat tamtama, bintara, dan perwira, tidak hanya
memilih calon yang tepat sesuai persyaratan namun juga memisahkan dan
menempatkan mereka sesuai potensinya. Dalam
fungsi ini, penerapan prinsip-prinsip, konsep dan teori psikologi banyak
berperan dalam seleksi dan klasifikasi calon dan anggota Angkatan Udara dari
berbagai korps dan kejuruan.
Dalam
perkembangan selanjutnya fungsi psikologi semakin meluas tidak terbatas pada
penerapan tes-tes psikologi untuk seleksi tetapi juga menyangkut pembinaan
mental psikologis para awak pesawat dan pasukan dalam bentuk supervisi,
pendampingan, dan konsultasi. Keterlibatan psikologi dalam beberapa kegiatan
yang berhubungan dengan itu antara lain kunjungan psikolog secara rutin ke flight line. Saat ini fungsi tersebut dilaksanakan dengan
menempatkan perwira psikologi di sejumlah pangkalan udara yang memiliki skadron-skadron udara.
Selain kunjungan ke flight line,
fungsi psikologi juga mendukung proses belajar di lembaga-lembaga pendidikan
dan menyiapkan anggota untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Pada awal
keterlibatan psikologi penerbangan di Angkatan Udara, aktivitasnya lebih banyak
pada aplikasi praktis dari psikologi.
Tidak tercatat adanya aktivitas dan publikasi hasil penelitian yang
terkait dengan pengembangan alat tes psikologi.
Pengembangan alat tes psikologi lebih banyak berhubungan dengan adaptasi
tes khususnya paper & pencil test dan pembuatan norma-norma
tes sesuai populasi daerah-daerah tertentu di Indonesia. Mengenai alat tes psikologi yang terkait
dengan pengukuran potensi spesifik atau aptitude
sebagai penerbang, selain jenis paper
& pencil test, Dinas Psikologi
Angkatan Udara (Dispsiau) juga menggunakan tes jenis simulasi sensori
motorik. Tahun 1954, untuk pertama kali
Dispsiau mulai menggunakan Reaction Time
Test/ASTO. Kemudian tahun 1961,
Dispsiau menggunakan Sensory Motor Apparatus
Test (SMA Test) yang dimanfaatkan sampai awal tahun 2000an sebelum
menggunakan tes simulasi berbasis komputer seperti Computer Assissted Test 4 (CAT-4) dari Jerman.
PROSPEK
PSIKOLOGI PENERBANGAN
Sejajar dengan
awal perkembangan teknologi pesawat udara dan sistem operasi penerbangan, sebagian
besar penelitian di bidang psikologi penerbangan difokuskan pada kontrol dan displays di kokpit, serta seleksi dan
pelatihan anggota awak pesawat. Namun
perubahan terbaru dalam perilaku sosial dan politik internasional telah
menyebabkan cakupan studi psikolog penerbangan berkembang lebih luas. Misalnya, studi psikolog penerbangan telah berkembang
dengan berbagai penelitian dan identifikasi orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan teroris. Selain itu banyak dari
psikolog penerbangan yang memberikan layanan sebagai saksi ahli dalam proses
pengadilan kecelakaan pesawat udara.
Psikologi
penerbangan memunculkan potensi mempelajari permasalahan yang lebih besar
daripada sekedar "knop dan tombol" di kokpit. Psikologi penerbangan juga mengembangkan
studi mengenai masalah komunikasi, atau hambatan komunikasi di lingkungan
penerbangan. Dari beberapa tulisan
terpilih yang diedit oleh Billings dan Cheaney (1981), dibahas beberapa masalah
psikologis dalam transfer informasi, seperti: briefing pengendali (ATC) di darat, komunikasi antara ATC dengan
pesawat udara yang sedang dikendalikan dan/atau komunikasi antara awak pesawat itu
sendiri, serta komunikasi darurat dari udara-ke-darat. Selain itu, isu-isu seperti CRM (Cockpit/Crew Resources Management), budaya keselamatan (safety culture) juga menarik perhatian
para psikolog penerbangan untuk dipelajari dan diteliti. Ulasan ringkas
tentang kecelakaan penerbangan dari Jackson (1983) mengindikasikan bahwa area
ini sangat penting dalam operasi penerbangan dan sistem penerbangan yang aman.
Studi lebih lanjut akan menjadi kebutuhan yang sangat kuat di masa depan.
Lebih jauh lagi,
area yang sebelumnya sedikit mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir walaupun
masalahnya bertambah setiap hari adalah terminal bandara secara menyeluruh;
mulai dari penumpang, bagasi, dan pemrosesan kargo hingga perawatan pesawat udara,
penanganan bahan bakar, dan system dukungan lainnya. Terlepas dari banyaknya
masalah di bidang ini, bidang psikologi penerbangan tampaknya dituntut untuk memperhatikan
berbagai masalah yang cukup jauh dari kokpit atau menara kontrol.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, pengendali lalu lintas udara atau ATC telah menjadi
perhatian psikolog penerbangan terutama yang terkait dengan stresor kerja dan
dampaknya terhadap manajemen penerbangan yang efisien dan aman. Tidak hanya
pengendali ATC itu sendiri yang menarik, namun pengaruh kemajuan teknologi terhadap
pola kerja dan lingkungan ATC dengan sejumlah jenis display baru dan penggunaan komputer untuk membantu pembagian beban
kerja.
Selain itu, masalah
seleksi dan pelatihan personil penerbangan terus menyertai. Orang mungkin bertanya-tanya mengapa, 60
tahun lebih setelah berdirinya program psikologi penerbangan, penelitian
tentang seleksi dan pelatihan pilot masih terus berlangsung. Tak terelakan perubahan
dramatis yang telah terjadi di industri pesawat udara, angkatan udara dan
maskapai penerbangan di dunia, belum lagi program ruang angkasa. Dapat dilihat bahwa tetap ada tantangan dalam
seleksi penerbang dan awak pesaat lainnya, serta pelatihan yang dihadapi oleh psikolog
penerbangan sampai hari ini. Kemajuan teknologi
yang pesat telah mempengaruhi lingkungan kokpit dengan display yang dengan teknologi baru yang diproyeksikan di kaca depan
atau panel pengaman helm operator, panel instrumen "kaca" dengan
display elektronik multifungsi, keyboard tempat pilot memasukkan data ke
komputer on board mereka, sistem
interaktif suara yang memungkinkan pilot untuk mendengarkan dan berbicara
dengan komputer mereka, sistem kontrol fly-by-wire,
dan kemampuan komputer untuk berbagi beban kerja operator. Tampaknya masa depan
menjanjikan peluang tak terbatas bagi studi psikolog penerbangan.
Kepustakaan
Broadbent, D.F. (1970).
"Frederic Bartlett 1886-1969", Biographical Memoirs of Fellow of The Royal
Society. 16: 1-3.
Dinas Psikologi TNI AU
(2003). Pelangi di Langit Biru. Lintasan Sejarah Dinas Psikologi TNI AU, 1951-2003.
Jakarta: Dinas Psikologi TNI AU.
Flanagan,
J.C. (1954). “The Critical Incident Technique”.
Psychological Bulletin, Vol. 54, No 4 (July 1954).
Hoffman,
M.A., and Ritchie, R.A. (1987). Ross A. McFarland Collection in Aerospace
Medicine and Human Factors Engineering. Daytona, Ohio: Fordham Library
Publication No. 3, Fordham Health Sciences Library, Wright State University
School of Medicine.
Jefferson
M. Koonce, J.M. (1984). A Brief History
of Aviation Psychology. Human Factors, 1984,26(5),499-508.
Karen,
F. (1996). “John Flanagan, 90, Psychologist Who Devised Pilot Aptitude Test”.
The New York Times, Aril 28, 1996.
Tsang,
P.S., and Vidullch, M.A. (2003). Principles and Practice of Aviation Psychology.
Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers.