Widura Imam Mustopo
Kemajuan teknologi
penerbangan yang semakin maju ditandai dengan meningkatnya kehandalan dan
kinerja pesawat udara generasi baru hingga diaplikasikannya inovasi-inovasi
berbagai peralatan operasional termasuk prosedur pengaturan lalu lintas udara,
kedaruratan dalam pendaratan, dll. Tak
terkecuali kondisi ini memberikan dampak pada organisasi di dunia
penerbangan. Hal ini tidak hanya memberikan
dampak pada operator, pilot dan awak pesawat lainnya namun juga segenap
personil yang terlibat dalam dunia penerbangan.
Faktor manusia menjadi penting terutama pada tuntutan terhadap
aspek-aspek psikologis tertentu, mengingat kemajuan teknologi memberikan dampak
pada meningkatnya tuntutan terhadap kemampuan yang berhubungan dengan
kompleksitas tugas. Perhatian terhadap
aspek keselamatan dari faktor manusia menjadi penting, karena kegagalan pada
faktor manusia dapat menyebabkan kerugian baik secara ekonomi maupun jiwa manusia.
Tulisan ringkas ini
bertujuan untuk mengungkap peran budaya dan iklim keselamatan dalam mendukung
keselamatan dan bagaimana perilaku keselamatan dapat dikembangkan. Dalam
beberapa hal, perilaku yang dapat menjamin keselamatan seringkali harus
dikontrol dan merupakan bagian dari tanggung jawab manajemen dan kepemimpinan
untuk menjaga kepatuhan terhadap aturan demi tercapainya keselamatan terbang
dan kerja. Namun seringkali kehandalan peran manajemen dan fungsi kepemimpinan
juga tidak cukup, karena beberapa perilaku hanya dapat dipengaruhi melalui
budaya dan/atau nilai-nilai yang berlangsung di organisasi.
Perilaku Keselamatan
Perilaku manusia, dapat dikatakan merupakan
aspek yang kritis namun juga fleksibel dalam beradaptasi dengan tuntutan
lingkungan kerja dan organisasi. Perilaku menjadi indikator utama ketika
manusia berusaha untuk survive
menghadapi berbagai tuntutan dan tekanan dalam kompleksitas sistem teknologi
dengan segala konsekuensinya. Dunia
modern saat ini menempatkan prioritas utama pada keselamatan dengan berbagai
regulasi yang fokusnya adalah terjaminnya lingkungan kerja yang aman.
Perilaku keselamatan sendiri dapat diamati dari
dua hal, yaitu safety compliance
(kepatuhan demi keselamatan), dan safety
participation (partisipasi dalam keselamatan). Safety compliance merupakan perilaku yang
ditujukan untuk mencegah terjadinya insiden/kecelakaan. Perilaku ini mengacu
pada kegiatan inti yang dilakukan manusia dalam menjaga keselamatan di tempat
kerja. Perilaku ini ditunjukan dengan
tindakan mematuhi peraturan, standar prosedur kerja dan mengenakan alat
pelindung diri, dll.
Sedangkan
safety
participation merupakan perilaku yang tidak berkontribusi langsung pada
keselamatan individu tetapi membantu
mengembangkan lingkungan yang
mendukung
keselamatan. Perilaku ini berasal dari budaya
keselamatan yang muncul dalam bentuk norma dan nilai-nilai (values) yang terbentuk dari
praktik-praktik keselamatan dalam keseharian pelaksanaan kerja. Beberapa bentuk perilaku ini, antara lain;
melaporkan adanya bahaya (hazard), memberikan
laporan ketika mengalami insiden, menghadiri pertemuan tentang keselamatan (safety meeting) dsb. Selain itu juga sikap sukarela untuk melapor
bila melihat atau mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan keselamatan,
membimbing anggota/personil baru tentang pentingnya keselamatan, dll.
Budaya Keselamatan, Iklim
Keselamatan & Perilaku Keselamatan
Dalam mengulas budaya keselamatan yang membantu lingkungan untuk
mendukung keselamatan terdapat tiga komponen utama, yaitu;
komponen situasional, komponen psikologis, dan komponen perilaku. Komponen situasional menyangkut struktur
organisasi, misalnya; kebijakan, prosedur kerja, sistem manajemen, dsb. Komponen perilaku mencakup kinerja (performance), termasuk di sini perilaku
keselamatan (safety behavior) dan
perilaku tidak aman (unsafe behavior). Sedangkan komponen psikologis berhubungan
dengan iklim keselamatan (safety climate)
yang menyangkut persepsi dan sikap terhadap keselamatan.
Sejumlah ahli mengemukakan bahwa iklim
keselamatan dapat dilihat sebagai indikator dari budaya keselamatan suatu
organisasi yang diamati oleh anggota/karyawan dalam suatu waktu tertentu. Iklim
keselamatan merepresentasikan persepsi, sikap, dan kepercayaan individu tentang
risiko dan keselamatan. Iklim keselamatan juga mencakup persepsi individu
terhadap kebijakan, prosedur, dan praktik yang berkaitan dengan keselamatan di
tempat kerja. Dapat dikatakan iklim keselamatan merupakan indikator penting untuk
mengenali budaya keselamatan yang berlangsung atau hidup dalam suatu
organisasi.
Untuk memahami sejauhmana budaya keselamatan dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku keselamatan dapat diamati dari kondisi iklim keselamatan. Para pakar di bidang keselamatan, melaporkan hasil penelitiannya bahwa iklim keselamatan dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku keselamatan melalui pengetahuan tentang keselamatan (safety knowledge) dan motivasi untuk keselamatan (safety motivation). Iklim keselamatan yang positif akan mendorong anggota/personil mengembangkan pengetahuan dan motivasi tentang keselamatan. Dan selanjutnya, kedua aspek tsb. akan mempengaruhi terbentuknya perilaku keselamatan yang muncul dalam bentuk kepatuhan dan partisipasi dalam mendukung terciptanya keselamatan dalam terbang dan kerja.
Iklim Keselamatan dan Perilaku Keselamatan
Penutup
Dalam menerapkan keselamatan terbang dan kerja, hanya menekankan tanggung jawab pada individu saja tidaklah cukup. Perilaku keselamatan perlu didukung dengan menjamin orang-orang untuk mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam keselamatan. Untuk upaya ini, sistem keselamatan memerlukan pemahaman tentang budaya keselamatan atau iklim keselamatan untuk mengantisipasi dan mengendalikan keselamatan.
Kepustakaan
Cooper, D., (2001). Improving Safety Culture: A Practical Guide.
Gadd, S., Collins, A.M., (2002).
Safety Culture: A Review of The
Literature. Broad Lane, Shefield:
Health & Safety Laboratory.
Helmreich, R.L., (1999). Building Safety in The Three Cultures of Aviation. In The Proceeding of The IATA Human Factors
Seminar (pp. 39-43).
Neal, A., and
Neal, A., and